Gadget, ‘orang tua’ baru bagi anak


Gadget, ‘orang tua’ baru bagi anak
#BridgingCourse04

“Zaman ini sudah zaman modern, ngga gaul kalau ngga punya iphone”. Itulah kata-kata orang yang termakan perkembangan zaman. Memang tidak ada salahya mengikuti perkembangan zaman, tetapi itu semua harus dikondisikan dengan kebutuhan dan juga keuangan yang dimiliki. Jangan hanya karena ingin mempunyai iphone atau gadget lain yang tercanggih lantas menomorduakan kebutuhan lain yang lebih penting.
Bagi para mereka yang berduit, selalu mengikuti perkembangan dunia teknologi tidak menjadi masalah. Banyak diantara mereka yang hampir setiap ada produk gadget terbaru pasti membeli. Mereka yang selalu  update gadget terbaru tersebut mempunyai berbagai alasan, ada yang karena tuntutan pekerjaan namun ada pula yang hanya untuk gaya-gayaan. Tak jarang dari mereka  juga memanjakan anak-anak mereka dengan berbagai gadget keluaran terbaru dengan asumsi agar anak-anak mereka tidak ketinggalan zaman.
Peran orang tua dalam pembentukan kepribadian anak sangat besar, orang tua seharusnya lebih mengedepankan hubungan dan komunikasi intens kepada sang anak daripada memanjakan anak dengan berbagai teknologi canggih yang ada saat ini. Anak-anak yang mendapat perhatian lebih dari orang tuanya akan menjadi pribadi yang mempunyai rasa peka yang lebih daripada anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tuanya. sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang menghabiskan terlalu banyak waktu di depan televisi atau bermain video game akan mengalami kesulitan dalam memfokuskan pikiran mereka terhadap kegiatan akademikdi sekolah. Mereka yang kurang mendapat perhatian dari orang tuanya juga cenderung lebih mengabaikan lingkungan sekitarnya dan kurang peduli terhadap sesama. Hal ini dikarenakan mereka yang terbiasa dimanja dengan gadget pemberian orang tuanya lebih sibuk dengan gadget mereka, sehingga terkesan kurang peduli dengan sekitarnya.
Kebanyakan orang tua saat ini sibuk bekerja dan kurang meluangkan waktu untuk anak-anak mereka. Mereka berdalih bahwa mereka bekerja juga untuk anak-anak mereka kelak.  Memang benar ungkapan mereka, namun bukan hanya kebutuhan materi saja yang harus dipenuhi, kebutuhan psikologis anak juga harus diperhatikan. Secara materi anak-anak tersebut sangat tercukupi, namun secara psikologis mereka sangat kurang kerena kurang mendapat perhatian dari orang-tua mereka. Sehari-hari mereka hanya bergelut dengan kesibukan mereka sendiri dan waktu untuk berkumpul bersama orang tua mereka sangat sedikit. Mirisnya ada sebagian dari mereka yang hanya bertatap muka dengan orang tuanya kurang lebih dua puluh menit dari dua puluh empat  jam sehari. Jika kondisi yang demikian terus-menerus terjadi maka komunikasi dan hubungan antara orang tua dan anak akan semakin renggang.
Pengaruh dari pemanjaan teknologi oleh orang tua kepada anak juga sangat besar. Anak pun merasa gadget mereka lebih penting  daripada urusan bertemu dengan orang tua mereka. Anak-anak menjadi sering beralasan ketika diajak keluar oleh orang tua mereka. Bahkan dalam banyak kasus gadget tersebut mengambil alih fungsi orang tua anak tersebut. Dalam suatu penelitian yang meminta anak-anak usia 4-6 tahun untuk memilih antara menonton televisi atau menghabiskan waktu dengan ayah mereka didapat hasil yang cukup memprihatinkan karena lebih dari setengah dari mereka lebih memilih untuk menonton televisi. hal yang sama juga terjadi pada para orang tua yang kecanduan teknologi, mereka hanya menghabiskan kurang lebih tiga menit untuk berbincang secara intens dengan anak-anak mereka.  Gadget-gadget yang seharusnya digunakan untuk hal-hal yang lebih penting beralih fungsi menjadi teman anak sepanjang hari dan menggantikan peran orang tua mereka. Dengan gadget-gadget penberian orang tua mereka anak-anak merasa mendapat orang tua baru. Apalagi dengan gadget tersebut mereka bisa dengan leluasa mengakses ke berbagai situs jejaring sosial. Dengan mudahnya akses ke jejaring sosial ini semakin menenggelamkan anak dalan dunia maya dan semakin membutakan anak terhadap keadaan di sekitarnya. Bahkan ironisnya anak-anak tersebut lebih terbiasa dan sering mengungkapkan apa yang terjadi pada diri mereka di jejaring sosial tersebut. Tidak jarang diantara mereka yang lebih memilih curhat di jejaring sosial daripada mencurahkan isi hatinya kepada orang tua mereka.
 Selain dampak buruk diatas, ketergantungan terhadap teknologi juga memicu tindak kekerasan pada anak. banyak acara televisi atau game yang menampilkan adegan-adegan yang tidak seharusnya ditonton oleh anak-anak. survei dari perusahaan Nelson AC mengatakan bahwa pada anak-anak yang telah lulus sekolah dasar telah menyaksikan 8000 pembunuhan, hal tersebut dikarenakan anak-anak belum dapat dengan mudah membedakan motif kekerasan belajar dengan mengamati dan meniru.
Dengan melihat fenomena-fenomena di atas seharusnya para orang tua lebih bijaksana dalam pemenuhan kebutuhan teknologi anak-anak mereka. Jangan sampai peran orang tua tergantikan oleh gadget yang dimiliki anak.


referensi:
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.personal.psu.edu/djw5068/assignment%25205.html

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © Coretan Pena